Kondisi yang ada
di Indonesia terutama seringnya terjadi inflasi dan harga-harga barang yang
tidak stabil membuat para pengiat ekonomi islam berupaya agar ada solusi yang
setidaknya dapat menguraikan sedikit kemelut yang ada. Keadaan ini menurut para
pakar akibat dari penggunaan uang fiat (mata uang rupiah). Mereka memberiakn
suatu solusi dengan mengangkat kembali mata uang yang dahulu digunakan pada
zaman rasulullah yaitu uang DINAR dan uang DIRHAM.
Sejarah mencatat
bahwa sebelum rasulullah memakai uang tersebut berasal dari negeri Persia dan
Yunani. Sebenarnya dalam melakukan suatu perdagangan, alat tukar itu mutlak
harus ada, asalkan sama-sama Ridho antar kedua belah pihak. Alat tukar itu
tidak harus berarti mata uang.
Rasullullah selain
seorang utusan yang menyampaiakn perintah dari Allah beliau juga adalah seorang
khalifaha yang bertanggungjawab terhadap para umatnya. Beliau mengatasi adanya
ketimpangan dalam hal ekonomi denagn menerapkan beberapa konsep, diantaranya
yaitu:
1.
Membangun etika bisnis
2.
Membentuk wilayah
3.
Pendirian Baitul Maal
Konsep-konsep
inilah yang seharusnya diterapkan dalam dunia. Dimana etika dalam berbisnis
sangatlah penting. Sama-sama ridho dalam berniaga kadang dijadikan suatu dalil
yang membenarkan adanya suatu permasalahan dalam transaksi. Suatu kerelaan yang
kepepet itu tidak diperbolehkan.
Kembali ke
topic terkait dengan dinar dan dirham. Al qur’an sudah diterangkan bahwa dinar
dan dirham dapat digunakan sebagai alat tukar. Seperti dalam Q.S Ali Imran (3)
ayat 75, “ Dan di antara Ahli Kitab ada
yang jika engkau percayakan kepadanya harta yang banyak niscaya dia
mengembalikannya kepadamu. Tetapi ada (pula) di antara mereka yang jika engkau percayakan kepadanya satu dinar,
dia tidak mengembalikannya kepadamu, kecuali jika kamu selalu menagihnya. Yang
demikian itu disebabkan mereka berkata, “Tidak ada dosa bagi kami terhadap
orang-orang buta huruf.” Mereka mengatakan hal yang dusta terhadap Allah,
padahal mereka mengetahui.”
Di dalam Q.S
Yusuf (12) ayat 20, “ Dan mereka
menjualnya (Yusuf) dengan harga rendah, yaitu beberapa dirham saja, sebab mereka tidak tertarik kepadanya.”
Pada ayat diatas dijelaskan terkait dengan mata uang dirham. Sedangkan pada
surat AL Kahfi (18) ayat 19 disebutkan bahwa “ Dan demikanlah kami bangunkan mereka, agar di antara mereka saling
bertanya. Salah seorang di antara meraka berkata, “sudah berapa lama kamu
disini) sehari atau setengah hari.” Berkata (yang lain lagi), “Tuhanmu lebih
mengetahui berapa lama kamu berada (di sini). Maka suruhlah seorang di antara
kamu pergi ke kota dengan membawa uang
perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, dan
bawalah sebagian makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah lembut dan
jangan sekali-kali menceritakan halmu pada siapa pun.”
Dalam hadits
yang diriwayatkan oleh Imam Muslim disebutkan bahwa “jangan kamu bertransaksi satu dinar dengan dua dianr; satu dirham
dengan dua dirham; satu sha’ dengan dua sha’ karena aku khawatir akan terjadi
Riba”.
Nah mengapa kita harus menggunakan dinar dan
dirham, karena keduanya termasuk dalam alat tukar dan karena harganya lebih
stabil. Namun ada hal yang harus kita cermati bersama, seperti yang sudah saya
sebutkan di awal artikel ini bahwa, Sebenarnya dalam melakukan suatu perdagangan,
alat tukar itu mutlak harus ada, asalkan sama-sama Ridho antar kedua belah
pihak. Alat tukar itu tidak harus berarti mata uang. Jadi uang ada atau tidak itu hukumnya BOLEH.
Setelah kita tahu bahwa hukum tersebut,
marialh kita melihat pendapat dari para ulama terkait dengan dinar dan dirham.
1.
Menurut Abu Ubaid, segala sesuatu itu dipatok dengan ukuran dinar
dan dirham.
2.
Menurut Ihya Ulumudin, dinar dan dirham itu sebagai tolak ukur
suatu barang ayng ingin ditukarkan. Ambil contoh, pedagang A punya 1 unta yang
setara 100 dinar, dia ingin menukarnya dengan tepung gandum kepunyaan pedagang
B. maka jika terjadi pertukaran maka pedagang B harus menyiapkan gandum yang
setara dengan 100 dinar. Barulah nanti dapat terjadi pertukaran antara pedagang
A dan pedagang B.
3.
Menurut Ibnu Khaldun, dinar dan dirham digunakan sebagai alat ukur
harta.
4.
Menurut Imam Al Ghazali, dinar dan dirham adalah nilai tengah dari
nilai suatu barang, sedangkan
5.
Menurut Ibnu Rusyd, dinar dan dirham sebagai pengukurnya.
Ukuran dinar dan dirham itu sendiri adalah
1 dinar = 4,25 gram
1 dirham = 2,975 gram
Filosofi
Keuangan Islam
·
Penghindari riba
·
Penghindari Gharar
·
Penghindaran perjudian dan permainan peluang
·
Prinsip pembiayaan alternative
·
Keuntungan yang sah dalam investasi
·
Hak atas keuntungan dari resiko dan tanggungjawab
·
Bank islam bertransaksi dengan barang bukan uang
·
Transparansi dan dokumentasi
0 comments:
Post a Comment